PERBANDINGAN
HASIL PEMERIKSAAN KADAR HEMATOKRIT MIKRO PADA DARAH YANG MENGANDUNG ANTIKOAGULANSIA EDTA DENGAN DARAH SEGAR TANPA ANTIKOAGULANSIA
Oleh
Agustina Dwi Indah V. dan NugrohoTristyanto
Dosen Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan
Malang
INTISARI
Tujuan penelitian antara lain untuk mengetahui nilai
hematokrit mikro dengan darah yang memakai antikoagulansia EDTA dan untuk
mengetahui nilai hematokrit mikro dengan darah segar tanpa antikoagulansia serta Menganalisa perbedaan nilai
hematokrit mikro antara darah memakai antikoagulansia EDTA dengan darah segar
tanpa antikoagulansia.
Pemeriksaan
ini menggunakan 30 sampel darah vena yang diambil secara acak dari pasien baik
rawat inap maupun rawat jalan di Puskesmas Turen Kabupaten Malang.
Alat
yang digunakan dalam penelitian ini abtara lain; 1). Spuit dan jarum steril, 2).
Kapas alcohol, 3). Kapas kering, 4). Botol vial, 5).Tourniquet, 6). Pipet mikro
hematokrit,
7)/Skala
hematokrit. Bahan untuk penelitian adalah 1). Darah vena, 2).
Antikoagulansia EDTA (Ethylen Diamin Tetra acetic Acid)
Hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara sampel darah yang mengandung
antikoagulansia EDTA dan darah segar (tanpa antikoagulansia), yang dilakukan
dengan uji statistik dapat diambil kesimpulan bahwa pemeriksaan hematokrit
dapat menggunakan sampel darah segar (tanpa antikoagulansia).
Kata kunci: nilai hematokrit mikro, antikoagulansia EDTA, darah
segar
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemeriksaan Hematokrit merupakan salah satu pemeriksaan
darah khusus yang sering dikerjakan di Laboratorium, yang berguna untuk
membantu diagnosa berbagai penyakit diantaranya Anemia, Polisitemia, maupun
demam berdarah Dengue.
Penetapan nilai
hematokrit dapat dilakukan dengan cara makro maupun mikro. Pada cara makro
digunakan tabung Wintrobe, sedangkan
pada cara mikro digunakan tabung kapiler ( Wirawan, dkk ,1996 ).
Hematokrit merupakan salah satu metode yang paling
teliti dan sederhana. Dikerjakan dan digunakan oleh seorang laborat dalam waktu
singkat sebelum darah membeku, Salah satu cara agar pemeriksaan dapat
dikerjakan dengan baik, maka sampel darah perlu penambahan suatu antikoagulansia
pada sampel dengan perbandingan tertentu. Salah satu fungsi antikoagulansia
sendiri adalah untuk mencegah terbentuknya bekuan. Dalam keadaan normal, antikoagulansia
akan lebih baik untuk mencegah pembekuan, tetapi bila pembuluh darah robek,
aktivitas prokoagulan dalam darah yang rusak akan menjadi jauh lebih besar dari
pada aktivitas antikoagulansia, sehingga terbentuk pembekuan darah. (Guyton.
Arthur. 1976)
Sebaiknya penambahan antikoagulansia harus sesuai
dengan jumlah sampel, karena setiap satu jenis antikoagulansia berbeda
perbandingannya dengan antikoagulansia
yang lain. Pada pemeriksaan karya tulis ini, penulis menggunakan antikoagulansia
EDTA, dimana perbandingan EDTA dengan darah adalah 1 mg EDTA : 1 ml darah.
Maka dalam kesempatan ini, penulis berkeinginan untuk
meneliti apakah ada perbedaan hasil antara pemeriksaan hematokrit mikro pada
darah yang mengandung antikoagulansia EDTA dengan darah segar (tanpa
antikoagulansia).
Berdasarkan latar
belakang diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu : Apakah ada perbedaan hasil pemeriksaan kadar
hematokrit mikro pada darah yang mengandung antikoagulansia EDTA dengan darah
segar tanpa antikoagulansia ?
Tinjauan Pustaka
Darah Dan Fungsi Darah
1. Definisi
Darah adalah cairan kompleks dengan total volume
kurang lebih 8% dari berat tubuh manusia. Umumnya dalam tubuh seorang pria
dewasa terdapat sekitar 5 – 6 liter darah dan wanita dewasa sekitar 4 – 5
liter. Kekentalan darah biasanya sekitar 4,4 – 4,7 relatif terhadap viskositas
air = 1. Hal ini yang mengakibatkan darah lebih sulit mengalir dibandingkan air
( Depkes RI ,1989 ).
Komponen
darah , terdiri dari atas dua komponen utama yaitu plasma darah dan komponen
padatan. Dalam tubuh manusia darah terdiri atas 55 % plasma dan komponen padat
sekitar 45 %. Komponen plasma darah terdiri atas : 91% air , 8% protein
terlarut , 1 % asam organik dan 1 % garam, sedang komponen padat terdiri atas
sel darah. Terdapat tiga jenis sel darah yaitu : sel darah merah, (
Erythrocytes ), sel darah putih ( leucocytes ), dan thrombocyte, ( Guyton
Arthur L,2002 )
Gambar 2. Komposisi
darah
http://3.bp.blogspot.com/-P7iCnJVF8NY/T7RKSzYqIbI/AAAAAAAABlA/
bMS6IXsw1Ec/s1600/komposisi+darah.jpg
2. Fungsi Darah
a. Fungsi yang
menyangkut pernapasaan.
Dalam hubungan ini, darah membawa oksigen dari
paru-paru ke jaringan-jaringan dan membawa karbondioksida dari jaringan ke
paru-paru untuk dikeluarkan.
b.
Fungsi yang
menyangkut nutrisi.
Darah mengangkut zat-zat makanan yang di absorbsi dari usus halus atau dibuat dalam tubuh ke sel-sel yang menggunakannya atau menyimpannya.
c.
Fungsi yang
menyangkut ekskresi.
Darah mengangkut sisa-sisa metabolisme ke alat-alat
ekskresi, dimana zat-zat tersebut dikeluarkan.
d.
Fungsi yang
menyangkut kekebalan (Imunity).
Darah menstransport leukosit, antibodi dan substansi
protektif lainnya.
e.
Fungsi yang
menyangkut korelasi hormonal.
Disini darah mengangkut ekskresi hormonal dari satu
organ ke organ yang lain.
f.
Fungsi yang
berhubungan dengan keseimbangan air dalam tubuh.
Dalam hubungan ini darah mengatur keseimbangan air dalam
tubuh, yaitu dari satu organ ke organ lainnya dan ke alat-alat pembuangan,
misalnya paru-paru dan ginjal.
g.
Fungsi yang
berhubungan dengan suhu.
Darah memainkan peranan penting dalam pengaturan suhu
tubuh, yaitu :
1)
Darah mengandung
sejumlah panas. Darah mengalir dengan cepat dan mendistribusikan panas tersebut
dengan konsekuensi meratanya panas pada seluruh tubuh.
2)
Mengatur panas ke
permukaan tubuh, dimana panas itu dieleminir dengan penguapan atau radiasi.
h. Fungsi yang
berhubungan dengan pengaturan tekanan osmotik.
i. Fungsi yang
berhubungan dengan pengaturan keseimbangan asam.
j. Fungsi yang
berhubungan dengan pengaturan keseimbangan ion-ion, yaitu keseimbangan antara
kation-kation dan anion-anion antara kation monovalen dan kation-kation bivalen
antara elektrolit-elektrolit dan protein-protein.
k. qwFungsi yang
berhubungan dengan pengaturan tekanan darah.
Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah
adalah sel yang terbanyak dalam darah perifer, jumlah eritrosit pada orang
dewasa normal berkisar antara 4 – 6 juta sel/µ.
Pembentukan dan pematangan
eritrosit dalam sumsum tulang berlangsung sekitar 7 hari. Dalam darah perifer
inti umumnya sudah hilang. Retikulosit adalah sel termuda dalam darah perifer
pembentukan eritrosit yang sangat cepat dapat menyebabkan prosentase retikulosit
dalam sirkulasi darah meningkat sampai 30-50 % dari jumlah total sel darah
merah. Panjang masa hidup eritrosit setelah pelepasan dari sumsum tulang adalah
kurang lebih 120 hari. (E.N. Kosasih dan A.S. Kosasih. 2002).
Meskipun sel
darah muda meninggalkan sumsum tulang dan masuk kedalam aliran darah, mereka
terus membentuk hemoglobin dalam jumlah kecil selama hari-hari berikutnya. Akan tetapi, bila pembentukan
hemoglobin dalam sumsum tulang berkurang, maka prosentase hemoglobin dalam sel
dapat berkurang sampai 15 gram persen. (Guyton, Arthur.C. 1976)
Penurunan
hemoglobin dapat menyebabkan anemia. Penggolongan eritrosit menurut ukurannya adalah :
1). Mikrositer
Ditemukan pada
anemia defisiensi besi talasemia.
2).Normositer
Dapat ditemukan
pada anemia hemolitik, perdarahan akut.
3). Makrositer
Dapat ditemukan
pada anemia vitamin B12, defisiensi asam folat.
Eritrosit yang bersirkulasi mempunyai masa paruh 120
hari, karena eritrosit tidak berinti, ia merupakan sel yang mati dengan
komposisi yang selalu berubah. Eritrosit mengandung 65 % air dan 33 %
hemoglobin. (Baron, D.N. 1987). Ukuran eritrosit normal antara 7,2 – 7,9
mikron, sedang tebalnya antara 1,6 – 2,1 mikron. Bentuk eritrosit adalah
bikonkaf dengan bagian pucat di tengah 1/3 – ½ x diameter
sel. (Depkes RI. 1989)
Fungsi utama sel darah merah adalah untuk
menstransport hemoglobin yang selanjutnya membawa oksigen dari paru-paru ke
jaringan. (Guyton, Arthur.C. 1976)
Leukosit
Leukosit adalah unit dari sistem
pertahanan tubuh, dibentuk sebagian dari sumsum tulang (granulosit, monosit,
dan beberapa limfosit) dan sebagian dari jaringan limfe (limfosit dan plasma),
tetapi setelah pembentukan mereka di transport dalam darah ke bagian-bagian
tubuh dimana mereka dibutuhkan. Manfaat sebenarnya dari sel darah putih yaitu
sebagian besar mereka secara khusus di transport ke daerah-daerah peradangan
yang berbahaya, dengan cara demikian memberikan pertahanan yang cepat dan paten
terhadap setiap agen infeksi yang mungkin terdapat. (Guyton, Arthur C. 1976)
Gambar 4.
Macam-macam sel darah putih, yaitu (a) limfosit, (b)
monosit, (c) neutrofil,
(d) basofil, dan (e) eosinofil
Leukosit dapat
digolongkan menjadi :
1. Leukosit Yang
Bergranula
a.
Eosinofil
Dalam keadaan normal, eosinofil
merupakan 1 – 3 % semua leukosit. Inti eosinofil berlobus 2 – 3 granulanya
tebal, kasar, sama besar, warna merah, memenuhi sitoplasma, tidak ada yang
menutupi sel.
b.
Basofil
Inti basofil tidak terbentuk
(amoeboid), granulanya tebal, kasar, tidak sama besar, warna biru kehitaman,
menutupi inti dan sitoplasma (ada yang menutupi inti). Dalam keadaan normal,
basofil 0 – 1 % dari semua leukosit.
c.
Neutrofil
Neutrofil mempunyai 2 bentuk yaitu
neutrofil stab dan neutrofil segmen. Neutrofil stab merupakan neutrofil segmen
yang masih muda, tidak mempunyai lobus. Sedangkan neutrofil segmen berlobus 2 –
5. Granulanya halus, kecil, warna merah. Neutrofil stab yang dalam keadaan
normal 2 – 6 %, sedangkan neutrofil segmen 50 – 90 % dari semua sel leukosit.
2. Leukosit Yang
Tidak Bergranula
a. Limfosit
Limfosit mempunyai inti besar,
hampir memenuhi inti, warna ungu, sitoplasma hampir tidak kelihatan warna biru
muda, dalam keadaan normal 20 – 40 %
b. Monosit
Monosit mempunyai inti berbentuk
seperti kacang atau ginjal. Susunan kromatin keropos, sitoplasma terdapat
vakuola. Dalam keadaan normal 2 – 8 %. (Mei Suprayudi , 2010)
Trombosit
Trombosit adalah fragmen
sitoplasma megakaryosit yang tidak berinti dan terbentuk di sumsum tulang.
Trombosit matang berukuran 2 – 4 nm, berbentuk cakram bikonveks. (Kosasih E.N
dan Kosasih A.S. 2002)
Trombosit berperan penting dalam
pembekuan darah. Fungsi dari trombosit adalah untuk mengubah bentuk dan
kualitas darah setelah berkaitan dengan pembuluh yang cidera. (Corwin,
Elizabeth J. 1987)
Gambar
5. Trombosit ( Penunjuk )
Metode-Metode Penetapan Nilai
Hematokrit
Penetapan kadar
hematokrit dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu :
1 Metode Mikro
a. Isilah tabung
kapiler dengan darah yang langsung dan darah vena atau darah dengan
antikoagulansia.
b. Salah satu dari
ujung tabung disumbat dengan dempul.
c. Tabung kapiler
dimasukkan kedalam centrifuge mikro dengan bagian yang disumbat mengarah
keluar, diputar pada kecepatan 16.000 rpm selama 5 menit.
1).
Hematokrit dibaca dengan memakai alat baca yang telah tersedia.
2). Dibaca nilai hematokrit dengan
menggunakan grafik.
Gambar 6. Cara pemeriksaan
hematokrit metode mikro
Gambar 7.
Grafik Alat Baca Hematokrit Cara Mikro
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrn4F_Dia9WzTmivOTtistwjPPSv8I_5Ekr04tsnXrPZcX-tO1AFGsEKR-b3PlcURv3cYOeL-dj8uqoGL8uu67wXS7dt1Zc2eEA1hfYTgY8ADaAydAYPn0Q0cXN-ZPxo_Ie3NFAvpLfek/s1600/ht.jpg
2. Metode Makro
a. Tabung Wintrobe diisi dengan darah yang mengandung
anti koagulansia sampai tanda 100, dimulai dari dasar tabung dan hindari adanya
gelembung udara di dalam tabung.
b. Tabung yang sudah berisi darah di
centrifuge dengan kecepatan
3000 rpm selama 30 menit.
c. Hasil penetapan hematokrit dibaca dengan
memperhatikan :
i. Tinggi kolom eritrosit yang dibaca
sebagai nilai hematokrit yang dinyatakan dalam %.
ii. Tebalnya lapisan putih di atas eritrosit yang tersusun dari leukosit yang disebut
bufficoat dan dinyatakan dalam mm.
iii. Warna plasma darah. (Tjokronegara, Arjatno, Ph.D. 1992)
Gambar 8. Tabung Wintrobe ( hematokrit makro )
Arti
Klinis Pemeriksaan Hematokrit
a. Sebagai penyaring penderita anemia.
b. Untuk mengetahui harga absolut.
c. Untuk mengetahui leukosit normal.
d. Untuk mengetahui
atau mengikuti perjalanan penyakit.
Macam-Macam Antikoagulansia
1.
Trisodium Citrat
Antikoagulansia
ini digunakan dalam bentuk larutan 3,8 % untuk menentukan laju endap darah
(LED) dengan metode westergren digunakan dalam perbandingan 4 volume darah dan
1 volume antikoagulansia. Antikoagulansia ini tidak toksis, oleh karena itu
juga digunakan dalam dinas pemindahan darah.
Resume
pemakaian : Penentuan LED, Pemeriksaan soal-soal pembekuan, Penentuan golongan
darah, Transfusi darah.
2. Double Oxalat
Nama
lainnya adalah balancet oxala mixture atau antikoagulansia dari heller dan
paul. Antikoagulansia ini terdiri atas campuran dari kalium dan amonium oxalat dalam
perbandingan 4 : 6 2 mg antikoagulansia
ini digunakan untuk mencegah tiap ml pembekuan darah. Tiap ml larutan ini
mengandung 20 mg antikoagulansia.
Resume pemakaian : Penentuan
hemoglobin, Penentuan PCV, Penentuan LED, Penghitungan sel-sel darah termasuk
retikulosit, Penentuan golongan darah, Pemakaian 2 mg untuk 1 ml darah.
3. E.D.T.A ( Ethylen
Diamine Tetracetic Acid )
EDTA ini sangat luas pemakaiannya,
dapat digunakan untuk kebanyakan pemeriksaan hematologi. Pemakaian 1 mg EDTA
dapat mencegah pembekuan 1 ml darah.
Resume
pemakaian : Penentuan kadar Hb, Penentuan PCV, Penentuan LED,
Penuntuan resistensi osmotik dari eritrosit Penentuan golongan darah, hitungan
sel-sel darah termasuk retikulosit, Pembuatan hapusan darah.
4. Heparin
Heparin merupakan antikoagulansia
yang normal yang terdapat dalam tubuh,
tetapi di laboratorium heparin jarang digunakan untuk pemeriksaan hematologi.
Untuk tiap ml darah digunakan 1 ml heparin kering atau 0,1 – 0,2 ml larutan
heparin untuk 1 ml darah.
Resume pemakaian
: Penentuan hemoglobin, Penentuan PCV, Penentuan resistensi eritrosit,
Penghitungan sel darah, Penentuan golongan darah, Transfusi darah.
5. Na-Oxalat
Bekerja
dengan mengikat ion Ca, sehingga terbentuk Ca-oxalat yang mengendap. Na-oxalat digunakan dalam plasma
protrombine time (PPT). (Depkes RI. 1 989)
Gambar 9. Macam macam Tabung antikoagulan
http://hendrosmk.files.wordpress.com/2011/08/vacuum-blood-collection-tubes.jpg
khusus
untuk sampel darah segar tanpa antikoagulan langsung diperiksa sebelum darah
membeku.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian ini menggunakan
desain studi perbandingan (comparatif
study). Tujuan penelitian antara lain:
a. Untuk mengetahui nilai hematokrit
mikro dengan darah yang memakai antikoagulansia EDTA.
b. Untuk mengetahui nilai hematokrit
mikro dengan darah segar tanpa antikoagulansia .
c.
Menganalisa perbedaan nilai hematokrit mikro antara darah memakai
antikoagulansia EDTA dengan darah segar tanpa antikoagulansia.
Pemeriksaan ini menggunakan 30 sampel darah vena yang
diambil secara acak dari pasien baik rawat inap maupun rawat jalan di Puskesmas
Turen Kabupaten Malang dengan kriteria sampel antara lain :
1.
Usia pasien
antara 5 – 60 tahun.
2.
Baik laki-laki
maupun perempuan
3. Sampel darah segar tanpa
antikoagulan langsung dikerjakan.
4.
Sampel dengan
antikoagulansia EDTA dikerjakan kurang dari 2 jam
Alat
yang digunakan dalam penelitian ini abtara lain; 1). Spuit dan jarum steril, 2).
Kapas alcohol, 3). Kapas kering, 4). Botol vial, 5).Tourniquet, 6). Pipet mikro
hematokrit,
7)/Skala
hematokrit
Bahan
untuk penelitian adalah 1). Darah vena, 2). Antikoagulansia EDTA (Ethylen
Diamin Tetra acetic Acid)
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Dari Penelitian
yang dilakukan pada bulan Juni 2012 , sebanyak 30 sampel diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil penelitian
pemeriksaan hematokrit cara mikro pada darah yang mengandung antikoagulansia
EDTA dan darah segar tanpa antikoagulan
NO
|
Darah tanpa antikoagulansia (Vol %)
|
Darah dengan antikoagulan (Vol %)
|
1
|
41
|
39
|
2
|
35
|
33
|
3
|
42
|
39
|
4
|
41
|
39
|
5
|
42
|
39
|
6
|
43
|
39
|
7
|
41
|
39
|
8
|
40
|
42
|
9
|
34
|
30
|
10
|
41
|
39
|
11
|
43
|
41
|
12
|
35
|
33
|
13
|
40
|
42
|
14
|
42
|
39
|
15
|
43
|
40
|
16
|
36
|
34
|
17
|
42
|
39
|
18
|
40
|
38
|
19
|
38
|
40
|
20
|
39
|
41
|
21
|
42
|
40
|
22
|
41
|
43
|
23
|
43
|
39
|
24
|
38
|
40
|
25
|
41
|
39
|
26
|
39
|
42
|
27
|
41
|
39
|
28
|
40
|
42
|
29
|
39
|
41
|
30
|
42
|
40
|
Sunber : Data diolah
Analisa
Data
Tabel 2 : Sebaran sampel menurut nilai hematokrit pada kelompok specimen darah segar tanpa
antikoagulan dan specimen darah dengan
antikoagulan EDTA
Nilai Hematokrit
|
Kelompok Spesimen Darah
|
|
Darah segar tanpa
antikoagulan (g/dl)
|
Darah dengan
antikoagulan EDTA (g/dl)
|
|
Rata - rata
|
40.13
|
39.00
|
Standart Deviasi
|
2.49
|
2.92
|
Minimum
|
34.00
|
30.00
|
Maksimum
|
43.00
|
43.00
|
Sunber: data diolah
Berdasarkan tabel
diatas tampak bahwa nilai hematokrit kelompok spesimen darah segar tanpa
antikoagulan rata – rata adalah 40.13 ± 2.49 g/dl , nilai hematokrit mínimum
adalah 34.00 dan maksimum 43.00 g/dl .
Sedangkan nilai
hematokrit kelompok spesimen darah dengan antikoagulan EDTA rata – rata adalah
39.00 ± 2.92 g/dl , nilai hematokrit mínimum adalah 30.00 g/dl dan maksimum
43.00 g/dl.
Hasil Uji T sampel
bebas menunjukkan tidak ada peerbedaan bermakna nilai hematokrit antara
kelompok spesimen darah segar tanpa anti koagulan dan spesimen darah dengan
antikoagulan EDTA yaitu p = 0,111 ( hasil terlampir ).
Pembahasan
Hematokrit merupakan volume
eritrosit yang dipisahkan dari plasma yang dinyatakan dalam %, biasanya
pemeriksaan ini menggunakan darah vena atau darah kapiler. Penelitian ini
digunakan untuk mengetahui kadar hematokrit mikro pada darah yang mengandung
antikoagulansia EDTA dengan darah segar (tanpa antikoagulansia). (Depkes
RI. 1989)
Berdasarkan tabel
diatas tampak bahwa nilai hematokrit kelompok spesimen darah segar tanpa
antikoagulan rata – rata adalah 40.13 ± 2.49 g/dl , nilai hematokrit mínimum
adalah 34.00 dan maksimum 43.00 g/dl .
Sedangkan nilai
hematokrit kelompok spesimen darah dengan antikoagulan EDTA rata – rata adalah
39.00 ± 2.92 g/dl , nilai hematokrit mínimum adalah 30.00 g/dl dan maksimum
43.00 g/dl.
Hasil Uji T sampel
bebas menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna nilai hematokrit antara kelompok
spesimen darah segar tanpa anti koagulan dan spesimen darah dengan antikoagulan
EDTA yaitu p = 0,111
Pada
penelitian ini, penulis menggunakan antikoagulansia EDTA dengan perbandingan 1 ml
darah : 1 mg EDTA. Penggunaan antikoagulansia EDTA yang berlebih 1 ml darah :
1,5 mg EDTA dapat menyebabkan eritrosit mengkerut, sehingga nilai hematokritnya
akan rendah, sedangkan pada penggunaan darah segar (tanpa antikoagulansia)
eritrosit tidak mengkerut. (Prof. Dr. Arjatmo Tjokronegoro, Ph.D. 2000)
Sampel
yang tidak menggunakan antikoagulansia pengerjaannya harus cepat, ini untuk menghindari adanya pembekuan darah.
Penelitian ini dilakukan kurang dari 2 jam, karena darah yang mengandung
antikoagulansia EDTA pada pengerjaannya yang ditunda lebih dari 2 jam pada suhu
kamar eritrositnya akan membengkak, sehingga nilai hematokritnya meningkat.
(Prof. Dr. Arjatmo Tjokronegoro, Ph.D. 2000)
Jadi pemeriksaan
hematokrit mikro dapat menggunakan darah segar (tanpa antikoagulansia) ataupun
darah yang mengandung antikoagulansia EDTA, dengan catatan waktu yang digunakan
harus kurang dari 2 jam, karena bila pengerjaannya ditunda lebih dari 2 jam
eritrositnya akan membengkak, sehingga nilai hematokritnya meningkat.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian
diperoleh bahwa nilai hematokrit kelompok
spesimen darah segar tanpa antikoagulan rata – rata adalah 40.13 ± 2.49 g/dl ,
nilai hematokrit mínimum adalah 34.00 dan maksimum 43.00 g/dl .
Sedangkan nilai
hematokrit kelompok spesimen darah dengan antikoagulan EDTA rata – rata adalah
39.00 ± 2.92 g/dl , nilai hematokrit mínimum adalah 30.00 g/dl dan maksimum
43.00 g/dl.
Hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara sampel darah
yang mengandung antikoagulansia EDTA dan darah segar (tanpa antikoagulansia),
yang dilakukan dengan uji statistik dapat diambil kesimpulan bahwa pemeriksaan
hematokrit dapat menggunakan sampel darah segar (tanpa antikoagulansia).
Saran
1. Hendaknya
pemeriksaan hematokrit dilakukan dengan segera dan tidak ditunda.
2. Dalam keadaan
darurat darah dapat langsung diperiksa tanpa penambahan antikoagulansia
terlebih dahulu.
3.
Pemeriksaan
hematokrit dapat menggunakan darah tanpa antikoagulansia.
4.
Pemeriksaan
hematokrit yang tidak menggunakan antikoagulansia harus segera diperiksa, agar
tidak terjadi pembekuan.
5.
Pemeriksaan
hematokrit yang menggunakan darah dengan antikoagulansia EDTA hendaknya
dikerjakan kurang dari 2 jam, ini untuk menghindari adanya pembengkakan
eritrosit.
DAFTAR PUSTAKA
Aviva Petrie. 1996. Catatan Kuliah Statistika Kedokteran,
Edisi 2. Jakarta : EGC hal 101
Baron, D.N. 1987. Patologi Klinik. Jakarta : EGC hal 92
Corwin, Elizabeth. J. 1987. Patofisiologi. Jakarta : EGC hal 88
Depkes RI. 1989. Hematologi. Jakarta : Depkes hal 79
E.N.
Kosasih dan A.S. Kosasih. 2002. Tafsiran Hasil Pemeriksaan
Laboratorium Klinik. Jakarta : Kharisma Publising
Group hal 42
Guyton, Arthur. 1976. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC hal
102
Guyton, Arthur. 2002. Fisiologi Kedokteran, Edisi 9. Jakarta
: EGC hal 150
Notoatmodjo Soekidjo, 2007 , Promosi
kesehatan dan ilmu perilaku, Jakarta, penerbit Rineka Cipta hal 89
Prof.
Drs. Sutrisno Hadi, MA. 1988. Statistika,
Jilid III. Yogyakarta : Andi
Offset Yogyakarta hal 106
Mei
Suprayudi, 2010. Penuntun Praktikum
Hematologi. AAKMAL Malang hal.34
Tjokronegoro,
Arjatno, Ph.D. 1992. Hematologi
Sederhana. Jakarta : FKUI halaman 72
Wirawan
R, 2000, Pemeriksaan Laboratorium Hematologi sederhana Jakarta FKUI hal 142
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrn4F_Dia9WzTmivOTtistwjPPSv8I_5Ekr04tsnXrPZcX-tO1AFGsEKR-b3PlcURv3cYOeL-dj8uqoGL8uu67wXS7dt1Zc2eEA1hfYTgY8ADaAydAYPn0Q0cXN-ZPxo_Ie3NFAvpLfek/s1600/ht.jpg
http://hendrosmk.files.wordpress.com/2011/08/vacuum-blood-collection-tubes.jpg
http://3.bp.blogspot.com/-P7iCnJVF8NY/T7RKSzYqIbI/AAAAAAAABlA/
bMS6IXsw1Ec/s1600/komposisi+darah.jpg