Ma'rufah Glukosa Urin Vol.3 No.1


HUBUNGAN GLUKOSA URIN DENGAN BERAT JENIS URIN
Oleh
Ma’rufah
Dosen Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan Malang

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pola hubungan antara glukosa urine yang diperiksa dengan menggunakan metode  pemeriksaan reduksi  dan berat jenis urin metode carik celup di Laboratorium Klinika Surabaya.
Jenis penelitian yang dipakai adalah observational crossectional.Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah observational crossectional analytical study. Dengan demikian penelitian ini merupakan pengamatan dan analisis data dalam kurun waktu tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah data dari orang-orang yang memeriksakan diri ke Laboratorium Klinika Surabaya mulai tgl 2 januari – 5 mei 2011. Sedangkan sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah data orang yang memeriksakan diri ke Laboratorium Klinika Surabaya dari  tgl 2 januari– 5 mei 2011, sebanyak 239 orang
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian terhadap penderita glukosuria di Laboratorium Klinika Surabaya selama kurun waktu lima bulan mulai tanggal 2 Januari sampai 5 Mei 2011 dapat disimpulkan bahwa tidak ada pola hubungan antara glukosa urin dengan berat jenis urin, hal ini disebabkan berat jenis urin tidak hanya dipengaruhi oleh kadar glukosa dalam urin dan banyaknya bahan lain yang dapat mempengaruhi berat jenis urin
Kata Kunci: Glukosa Urin dan Berat jenis Urin

PENDAHULUAN

Para pakar terdahulu mencari korelasi antara penyakit tertentu dengan warna dan penampilan urine yang sering sangat tepat. Urinalisis dapat memberikan informasi tentang ginjal atau dengan istilah tes fungsi ginjal, mencakup lebih dari itu, yakni menilai berbagai proses ekskresi, sekresi dan pengendalian osmolalitas (Widmann K, 1995).
Urinalisis sering dipakai sebagai pemeriksaan urin rutin , karena bahan pemeriksaan urin mudah didapat dan tanpa tindakan invasif dengan teknik pemeriksaan yang relatif sederhana (Bina Suhendra, 1994).
Urinalisis merupakan analisis fisik, kimia, dan mikroskop terhadap urin. Berbagai uji urinalisis yang dilakukan antara lain; Warna, tampilan dan bau urin diperiksa, serta pH, protein, keton, glukosa, berat jenis, dan bilirubin diperiksa dengan strip reagen.
            Berat jenis merupakan salah satu dari standar urinalisis yang dapat menentukan derajat konsentrasi urin yang mempunyai ketergantungan pada jumlah partikel yang terkandung dalam urin (Raved Richarcd, 1980).
Berat  jenis urin juga merupakan pengukuran kepadatan urin - proporsi relatif dari padatan terlarut dalam hubungan dengan total volume spesimen. Hal ini mencerminkan bagaimana terkonsentrasi atau encer sampel mungkin.
Air memiliki berat jenis 1.000. Urine akan selalu memiliki nilai lebih besar dari 1.000 tergantung pada jumlah zat terlarut (garam, mineral, dll) yang mungkin ada. Sangat encer urin memiliki nilai spesifik gravitasi rendah dan urin sangat terkonsentrasi memiliki nilai tinggi. Gravitasi spesifik mengukur kemampuan ginjal untuk berkonsentrasi atau encer urin tergantung kondisi berfluktuasi. Normal kisaran 1,005-1,035, rata-rata berkisar 1,010-1,025. (http://www.texascollaborative.org/spencer_urinalysis/ds_sub1.htm).
Pemeriksaan berat jenis diperlukan untuk memperkirakan kemampuan ginjal, memantau kepatuhan pasien dalam pencegahan terjadinya batu ginjal dan memeriksa kemungkinan terdapat berbagai unsur patologis dalam urin seperti sel – sel darah, sel-sel epitel, silinder, kristal dan lain – lain. (Bina Suhendra, 1994).
Untuk mengetahui  berat jenis urin  dapat dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat – alat seperti urinometer atau refraktometer dan dengan metode carik celup seperti Combur -10-tes, Diabur-tes-5000. (R Gandasoebrata, 2004).
Pada orang sehat dengan ginjal yang normal , mempunyai kemampuan untuk memfiltrasi hampir seluruh glukosa pada glomeruli dan direabsorbsi kembali pada tubuli proximalis, sehingga urin tidak mengandung glukosa atau mempunyai batasan nilai 0  -  0,08 mmol glukosa per liter dalam urin. Ketika jumlah glukosa berlebih , ginjal akan mengekskresikan glukosa dalam urin sebesar 10 – 12 mmol per liter, keadaan demikian sering menandakan diabetes mellitus. (http://www.anytestkits.com/utk-glucose-in-urine.htm).
Penentuan glukosa dalam urin adalah untuk mengetahui kadar glukosa dalam darah secara tidak langsung. Untuk penentuan glukosa dalam urin menggunakan dua kelompok metode, yaitu metode reaksi reduksi (Fehling dan Benedict) dan metode enzimatik (Combur-10-tes dan Diabur-tes 5000). (R Gandasoebrata, 2004).
Pemeriksaan reduksi menggunakan reagen Fehling dan  Bendict. Dinyatakan negatif apabila tidak ada perubahan warna, tetap biru sedikit kehijauan.(tidak ada glukosa). Positif 1(+) ; warna hijau kekuningan dan keruh (terdapat 0,5 – 1 % glukosa), positif 2 (++) ; warna kuning keruh(tedapat 1- 1,5 % glukosa), positif 3 (+++) ; warna jingga seperti lumpur keruh (2 – 3,5 % glukosa), positif 4 (++++) ; warna merah keruh (> 3,5 % glukosa). Normal; reduksi urin negatif.
Reduksi + dalam urin menunjukan adanya hiperglikemia diatas 170 mg %, karena nilai ambang batas ginjal untuk reabsopsi adalah 170 mg%. Reduksi + disertai hiperglikemia menandakan adanya penyakit diabetes melitus. (Edijanto. S.P , Budhianto Suhadi, 1986).

Tinjauan Pustaka
 Definisi Urin
Urine atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang dieksresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinalisasi. Eksresi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga haemoestasis cairan tubuh. Dalam mempertahankan haemoestasis tubuh. Peranan urin sangat penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin. (Elisabet J. Corwin,2000)

Komposisi Zat-zat Dalam urin
Komposisi zat-zat dalam urin bervariasi tergantung jenis makanan serta air yang diminumnya. Urin normal berwarna jernih transparan, sedang urin warna kuning muda  urin berasal dari zat warna empedu(bilirubin dan biliverdin). Urin normal pada manusia terdiri dari; air, urea, asam urat, amoniak, kreatinin, asam laktat, asam fosfat, asam sulfat, klorida, garam, garam terutama garam dapur, dan zat-zat yang berlebihan di dalam darah misalnya vitamin C dan obat-obatan.
Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting dalam tubuh, misalnya glukosa, diserap kembali kedalam tubuh melalui molekul pembawa.

Gambar 1 Komposisi Urin




Gambar 2.Mekanisme Pembentukan Urine

Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk kedalam ginjal dengan melalui glomerulus berfungsi sebagai ultrafiltrasi sampai pada simpai Bowman,yang berfungsi untuk menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa-sisa cairan akan diteruskan kepiala ginjal terus berlanjut ke ureter.(Syaifuddin,2006)
Ada 3 Tahap Pembentukan Urine

a)    Proses filtrasi
Proses ini terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai Bowman yang terdiri dari glukosa , air, natrium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, yang seterusnya ke tubulus ginjal. (Syaifuddin,2006)

b)   Proses Reabsorpsi
Fungsi utama tubulus proksimal adalah reabsorpsi yaitu proses dikembalikannya air bersama dengan glukosa, asam amino, asam urat, dan protein yang berhasil menembus filter glomerulus, ke aliran darah. Tubulus proksimal juga mengembalikan elektrollit, natrium, chlorida dan bikarbonat.
Simpai Henle mereabsorpsi air dan natrium. Tubulus distal secara halus mengatur konsentrasi ion-ion natrium, kalium, bikarbonat, fosfat dan hidrogen. (Widman K,1995)

c)    Proses sekresi
Proses ini adalah proses penyerapan kembali urin sisa dari filtrasi dan reabsorpsi. Proses penyerapan urin ini terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria. (Syaifuddin,2006)

METODE PENELITIAN
            Jenis penelitian yang dipakai adalah observational crossectional. Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah observational crossectional analytical study. Dengan demikian penelitian ini merupakan pengamatan dan analisis data dalam kurun waktu tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pola hubungan antara glukosa urine yang diperiksa dengan menggunakan metode  pemeriksaan reduksi  dan berat jenis urin metode carik celup di Laboratorium Klinika Surabaya.
            Populasi dalam penelitian ini adalah data dari orang-orang yang memeriksakan diri ke Laboratorium Klinika Surabaya mulai tgl 2 januari – 5 mei 2011. Sedangkan sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah data orang yang memeriksakan diri ke Laboratorium Klinika Surabaya dari  tgl 2 januari– 5 mei 2011, sebanyak 239 orang.
Kriteria sampel pada penelitian :
1.    Urin sewaktu (urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan).
2.    Urin pagi (urin pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur). Urin pagi baik untuk pemeriksaan berat jenis, namun tidak baik untuk pemeriksaan penyaring terhadap adanya glukosuria.
3.    Urin postprandial ( urin yang dikeluarkan 1,5 – 3 jam sehabis makan ).

Langkah Penelitian
1.    Mengambil data pemeriksaan orang-orang yang memeriksakan diri di Laboratorium Klinika Surabaya.
2.    Pengelompokan orang-orang yang memeriksakan diri di Laboratorium Klinika Surabaya berdasarkan dari reduksi glukosa urin positif dengan metode pemeriksaan enzimatik (Carik uji Combur-10-test) dan metode reduksi (Fehling), dan berdasarkan berat jenis urin dengan metode pemeriksaan enzimatik (Carik uji Combur-10-Test)
3.    Pembuatan tabel untuk menggambarkan pola hubungan antar glukosa urin dengan berat jenis urin.





HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Hasil Penelitian
            Pengambilan data di Laboratorium Klinika dilakukan pada penderita dengan reduksi glukosa urin positif, yang menggunakan metode pemeriksaan enzimatik (Combur-10-test) dan reduksi (Fehling), dengan berat jenis urin tertentu, yang menggunakan metode pemeriksaan carik celup (Combur-10-test).

Tabel  1: Hasil Perhtungan Reduksi glukosa urine

BJ urine
Reduksi glukosa urine

jumlah

prosentase
+
++
+++
++++
1,000
-
2
-
-
2
0,84 %
1,005
-
-
2
-
2
0,84 %
1,010
15
10
6
4
35
14,64 %
1,015
50
30
6
4
90
37,66 %
1,016
-
-
1
-
1
0,42 %
1,020
20
20
6
4
50
20,92 %
1,023
1
-
-
-
1
0,42 %
1,025
19
14
5
10
48
20,08 %
1,030
5
4
1
-
10
4,18 %
Jumlah
110
80
27
22
239

  Sumber: data diolah

Analisa Data
Porsentase mulai dari berat jenis urin terendah sampai berat jenis urin tertinggi dengan glukosa urin positif ;
  1. Porsentase Berat Jenis urin 1,000 dengan Reduksi urin positif :
Σ pasien    positif              X  100 %     
Σ keseluruhan pasien
2      X 100 %
            239
= 0,84 %

  1. Porsentase Berat Jenis urin 1,005 dengan Reduksi urin positif :
Σ pasien    positif              X  100 %     
Σ keseluruhan pasien
2      X 100 %
            239
= 0,84 %
  1. Porsentase Berat Jenis urin 1,010 dengan Reduksi urin positif :
Σ pasien    positif              X  100 %     
Σ keseluruhan pasien
35      X 100 %
            239
            = 14,64 %
  1. Porsentase Berat Jenis urin 1,015 dengan Reduksi urin positif :
Σ pasien    positif              X  100 %     
Σ keseluruhan pasien
90     X 100 %
            239
            = 37,66 %
  1. Porsentase Berat Jenis urin 1,016 dengan Reduksi urin positif :
Σ pasien    positif              X  100 %     
Σ keseluruhan pasien
1        X 100 %
            239
            = 0,42 %
  1. Porsentase Berat Jenis urin 1,020 dengan Reduksi urin positif :
Σ pasien    positif              X  100 %     
Σ keseluruhan pasien
50        X 100 %
            239
            = 20,92 %
  1. Porsentase Berat Jenis urin 1,023 dengan Reduksi urin positif :
Σ pasien    positif              X  100 %     
Σ keseluruhan pasien
1       X 100 %
            239
            = 0,42 %
  1. Porsentase Berat Jenis urin 1,025 dengan Reduksi urin positif :
Σ pasien    positif              X  100 %     
Σ keseluruhan pasien
48     X 100 %
            239
            =  20,08 %
  1. Porsentase Berat Jenis urin 1,030 dengan Reduksi urin positif :
Σ pasien    positif              X  100 %     
Σ keseluruhan pasien
10    X 100 %
            239
            = 4,18 %
Presentasi terbanyak pada berat jenis ditunjukkan pada berat jenis urin 1,015 sebanyak 90 penderita sebagai berikut:
                        Σ pasien    positif                        X  100 %     
Σ keseluruhan pasien

=  90   X 100 %
   239
= 37,66 %

Berdasarkan pada tabel diatas, presentasi terbesar 37,66 % ditunjukkan pada berat jenis urin 1,015 sebanyak 90 penderita , dan reduksi glukosa urin paling banyak adalah +1 (positif satu) dengan 110 penderita dari 239 (Jumlah total penderita)
Pada berat jenis 1,025 mempunyai reduksi glukosa urin paling kuat (+4) dengan 10  penderita, namun hal ini tidak ditunjukkan pada berat jenis 1,030, karena secara   teoritis adanya kemungkinan glukosa dalam urin baru  dapat ditunjukkan pada berat jenis 1,030 (R Gandasoebrata, 2004), bahkan dengan berat jenis 1,000 sudah diketahui adanya reduksi glukosa urin (+2) Postif dua atau sebesar 100 mg/dl.

Pembahasan
            Pemeriksaan glukosa urin di Laboratorium Klinika dilakukan dua kali, setelah melakukan pemeriksaan dengan metode enzimatik (Combur-10-tes) dan apabila ada kecurigaan mengenai glukosa urin maka dilakukan diulang dengan Fehling , hal ini terkadang mempunyai hasil yang berbeda. Apabila terdapat perbedaan maka sering kali hasil diulang (Fehling) yang dilaporkan.
            Pada pemeriksaan berat jenis urin dengan metode carik celup (Combur-10-tes) seringkali tidak menunjukkan adanya kenaikan yang berarti apabila terdapat glukosa urin, seperti yang tertulis dalam buku karangan F. Widmann, bahwa urin yang berisi banyak glukosa harus mempunyai berat jenis yang tinggi atau kenaikan berat jenis berbanding lurus dengan kenaikan kadar glukosa urin. Ataupun seperti data yang diperoleh dari internet bahwa glukosuria sering terjadi pada saat kadar glukosa dalam darah lebih dari 180 sampai 200 mg/dl. Kadar glukosa urin sebesar 10 – 12 mmol dapat mempengaruhi berat jenis urin (http://www.diabetic-central.com/diabetes/glukose-in-irin.html), namun seberapa besar pengaruh kadar glukosa urin terhadap berat jenis urin belum diketahui secara pasti.
Berat jenis urin bukan hanya dipengaruhi oleh glukosa urin. Obat-obatan dapat memberikan hasil positif palsu dalam pemeriksaan, terutama cephalosporin seperti pada Keflex dan media radiographik.
Asam asorbik dengan jumlah besar cenderung tidak memberikan reaksi pada pemeriksaan glukosa atau terdapat kemungkinan menunda terjadinya perubahan warna dengan glukosa oksidase. Glukosa urin juga dapat dimetabolisme oleh bakteri sehingga dapat menyebabkan hasil negatif (Hendry J, 1984).
Pada tabel dengan berat jenis 1,015 dan reduksi glukosa positif (+)1 mempunyai jumlah pasien yang terbesar. Pada tabel tidak memberikan gambaran pola hubungan antara glukosa urin dengan berat jenis urin, karena kadar berat jenis urin tidak dipengaruhi oleh banyaknya kadar glukosa urin.


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
            Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian terhadap penderita glukosuria di Laboratorium Klinika Surabaya selama kurun waktu lima bulan mulai tanggal 2 Januari sampai 5 Mei 2011 dapat disimpulkan bahwa tidak ada pola hubungan antara glukosa urin dengan berat jenis urin, hal ini disebabkan berat jenis urin tidak hanya dipengaruhi oleh kadar glukosa dalam urin dan banyaknya bahan lain yang dapat mempengaruhi berat jenis urin.

Saran
            Pemeriksaan glukosa urin dan berat jenis urin banyak dipengaruhi oleh berbagai zat yang terkandung didalam urin sehingga memerlukan metode pemeriksaan yang lebih sensitif dan spesifik untuk mendeteksi dan mengukur dengan kadar yang lebih tepat dengan menggunakan prosedur pemeriksaan secara benar dan teliti sehingga dapat memberikan hasil yang akurat.


DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elisabeth J,2000.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC
Edijanto. S.P , Budhianto Suhadi. 1986. Diabetes Mellitus Aspek Klinik dan Epidemiologi.,Surabaya: Airlangga University Press. Hal 39 – 46.
Free .M.H. (year). Modern Urine Chemistry Manual, Introduction and Background. Hal 26 – 29.
Forsham. H, Greenspan.S,1986.Basic and Clinical Endocrinology Second Edition . Amerika: Appleton-Century-Crofts .hal .541 – 542.
Gandasoebrata ,R,2004. Penuntun Laboratorium Klinik Edisi ketujuh. Jakarta: PT. Dian Rakyat . hal 69 – 80.
Henry .B.J,1984. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods 17 ‘th Edition Volume 1. Hal 411 – 413.
Pearce, Efelin C, 2006. Anatomi dan fisiologi untuk paramedic. Jakarta : PT Gramedia  Pustaka Utama,hal 245 ─ 253.
PhD,Valerie C.Scanlon,2006.Buku Ajar Anatomi Fisiologi.edisi ketiga. Jakarta : EGC
Raved .R, 1980. Clinical Laboratory Medicine Third Edition . Year Book Publishers, United States of Amerika, hal 107 – 108.
Syaifuddin, 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat.edisi ketiga.Jakarta : EGC
Underwood. J.,2000. Patologi Umum dan Sistemik Edisi kedua. Jakarta : EGC. hal 640 – 644.
Widmann. K.F,1995. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi kesembilan.Jakarta : EGC.hal 519 – 528.